Komisi V Tanyakan Tindaklanjut Kebijakan FLPP
Komisi V DPR RI menanyakan kepada Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) tindak lanjut dari kebijakan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Kebijakan FLPP ini dimaksudkan untuk mengatasi kebutuhan dana murah jangka panjang dalam rangka pembiayaan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Komisi V DPR berharap kesimpulan rapat kerja 31 Januari lalu tersebut sudah ditindaklanjuti dan sudah diselesaikan secara komprehensif oleh Menpera. Karena bukan hanya berdampak positif terhadap proses pemenuhan kebutuhan rumah sejahtera bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tetapi juga akan menumbuhkan kembali iklim usaha yang kondusif bagi para pengembang untuk membangun dan memasarkan rumah sejahtera.
Demikian disampaikan Ketua Komisi V DPR Yasti Soepredjo Mokoagow saat memimpin rapat kerja dengan Menteri Perumahan Rakyat dan jajarannya, Kamis (23/2) di gedung DPR.
Beberapa point penting kesimpulan rapat terdahulu mengatakan, mengingat KPR FLPP menggunakan APBN bersama dengan dana perbankan, Komisi V DPR RI mendesak Kementerian Perumahan Rakyat agar menekan suku bunga kredit perumahan berkisar pada suku bunga SBI.
Kesimpulan yang lain mengatakan, Komisi V DPR RI mendesak Kementerian Perumahan Rakyat untuk segera menyelesaikan Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) Penyaluran KPR FLPP Tahun 2012 dengan Bank Pelaksana selambat-lambatnya akhir Februari 2012.
Selain masalah FLPP tersebut, Komisi V DPR pada rapat kali ini juga ingin mengetahui rencana dan pelaksanaan program pembangunan rumah swadaya yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Yasti mengatakan, kebijakan FLPP dan program pembangunan rumah swadaya ini sangat penting mengingat backlog perumahan Tahun 2010 mencapai 13,6 juta unit dan jumlah rumah tidak layak huni pada tahun tersebut mencapai 4,8 juta unit.
Pada kesempatan tersebut, Menpera Djan Faridz menyampaikan, hasil tindak lanjut yang telah dilaksanakan kementeriannya adalah kebijakan penurunan suku bunga yang semula berkisar 8,15% - 8,5% menjadi 7,25%. Dengan penurunan suku bunga ini, katanya, akan meningkatkan daya beli masyarakat sebesar 10%.
Kebijakan penurunan porsi dana FLPP, porsi dana Pemerintah terhadap Bank Pelaksana dari semula 60% : 40% menjadi 50% : 50% sehingga mampu memperbanyak MBR yang dapat terfasilitasi KPR FLPP sebesar lebih dari 20%.
Jika dibandingkan dengan Tahun 2010-2011, Tahun 2012 ini telah banyak mengalami penurunan dimana Tahun 2011 bunga KPR FLPP 8,15% s/d 8,50%, sedangkan Tahun 2012 7,25%. Harga rumah tapak dan rumah susun pada tahun 2011 tidak dibatasi, sementara tahun 2012 seharga Rp70 juta – Rp 144 juta. Untuk luas lantai rumah tapak, tahun 2011 sampai dengan 36 m2 dan tahun 2012 minimal 36 m2.
Sementara Bank yang melakukan Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) dengan Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pembiayaan Perumahan adalah BNI, Bank Mandiri, BRI dan BTN.
Djan menambahkan, jika jumlah biaya pada saat pembayaran pertama pada saat akad kredit tahun 2010-2011 mencapai Rp 11. 217.005,- tahun 2012 biaya tersebut dapat ditekan sehingga turun menjadi Rp 7.615.000,-.
Adapun terobosan kebijakan pendukung yang dilakukan pemerintah untuk menekan pembayaran tersebut adalah bantuan prasarana, sarana dan utilitas umum, jalan lingkungan, drainase, jaringan air minum, jaringan listrik, sampah dan limbah.
Selain itu, kata Djan, Pemerintah melakukan terobosan kebijakan pendukung dengan pembebasan biaya sertifikasi tanah, perijinan SIPPT dan IMB, Pajak Pertambahan Nilai, penyambungan listrik, gambar instalasi listrik dan penyambungan air minum.
Untuk perumahan swadaya, jumlah perumahan swadaya yang berhasil dilaksanakan selama periode 2010-2011 mencapai 75.141 unit terdiri dari pembangunan baru 18.403 unit, peningkatan kualitas 56.738 unit dan prasarana, sarana, utilitas 50.788 unit. Total anggaran 2010-2011 mencapai RP 724,013 milyar.
Rencana pengalokasian program untuk tahun 2012 adalah alokasi terhadap Pemerintah kabupaten/kota yang telah melakukan MoU dengan Kementerian Perumahan Rakyat. Selain itu, untuk penanganan lokasi kumuh berbasis kawasan dan alokasi untuk mitra strategis.
Djan menambahkan, program perumahan swadaya ini tidak lagi menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (Koperasi/MBT) melainkan diganti dengan Unit Pengelola Kegiatan (UPK)/Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). (tt)